Enola Holmes dan Perjalanan Menuju Arketipe Holmesian yang Lebih Relevan


Adaptasi terbaru dalam kosmologi Sherlock Holmes, Enola Holmes (Netflix, 2020) terang-terangan mengemban misi untuk menggambarkan karakter dengan arketipe Holmesian yang ramah untuk khalayak perempuan. Dari peran utama perempuan, latar belakang London era perjuangan hak pilih untuk perempuan, hingga kehadiran karakter mentor perempuan yang membebaskan tokoh utamanya dari bayang-bayang lakon laki-laki dalam ceritanya.

Selengkapnya »

Tak Ada Privasi Hingga ke Kamar Mandi


Era big data, era “mata-mata siber” dalam ponselmu, membuat keberadaan iklan menjadi semakin mengerikan dari sekadar jeda dalam acara televisi yang kita tonton saat prime time. Iklan di era industri 4.0, lebih mampu menelusup dan menghancurkan sekat privasi diri kita, bahkan seperti yang telah dikatakan tadi—ketika kita sedang nongkrong di toilet sambil memainkan ponsel.

Selengkapnya »
Coronavirus (Foto: The Jakarta Post)

Apa Warna Kulit Virus Corona?


Berbagai pemerintahan nasional, termasuk Indonesia sering menyatakan globalisasi adalah peluang ekonomi, politik, dan budaya. Jika di tengah kondisi normal kita kesulitan membongkar busuknya berbagai slogan di atas. Kini dalam kondisi Covid-19, kebusukan slogan globalisasi yang elitis itu terbongkar pelan-pelan.

Selengkapnya »

Monita Tahalea: Memandang Waktu dari Balik Jendela


Ada saat-saat yang menyenangkan yang terjadi dalam hidup. Saking menyenangkannya, kita seringkali berharap untuk membekukannya lebih lama lagi, syukur-syukur mengabadikannya. Akan tetapi, bukankah kesementaraan membuat waktu tersebut menjadi begitu berharga? Bayangkan jika kita terus menerus hidup dalam momen yang sama, tak lantaskah ia menjadi banal? Monita seolah merangkum egoisme dan ketidakberdayaan manusia, sekaligus memberikan solusi atas ketidakberdayaan tersebut. Jika kesesaatan dalam sesaat adalah suatu hal yang abadi, mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah menjalaninya dengan sebaik mungkin. Jika Monita hendak menjalaninya dengan bernyanyi, kita tentu bisa menemukan jalan lain untuk kita sendiri.

Selengkapnya »

Merayakan Kepulangan Joni dan Susi


Di luar lagu-lagu yang terdengar dan terkesan politis karena membahas perkara aktivisme, kekerasan yang dilakukan negara, berbagai kasus HAM, sampai perkara moral, sebenarnya ada satu benang merah yang menghubungkan musik Sisir Tanah dan Melancholic Bitch: Cinta.

Selengkapnya »
Angki Purbandono mengenakan kaos sampul album Kamar Gelap milik band Efek Rumah Kaca. Ia berpose di depan Gundam, salah satu karyanya yang termahsyur (Foto; Ayub Basyir)

Angki Purbandono: Dari Scanography Hingga Ganja


Obrolan bersama Angki Purbandono tentang 15 anak usia SMA yang sedang nyantrik alias berguru padanya selama 12 hari dalam program Belajar Bersama Maestro (BBM) 2019 yang diselenggarakan Kemendikbud, scanography, disiplin sebagai kunci keberhasilan, sampai ihwal per-ganja-an di Indonesia.

Selengkapnya »
Gambar 1: ONE DREAMS COLLECTIVELY AND WAKES UP IN INDIVIDUALIZED NIGHTMARE 02, 70 x 100 charcoal, acrylic pencil on soft paper board, (2018), Karya: Cecil Mariani. Sumber: https://indoartnow.com/exhibitions/paralaks-fiksi.

Paralaks Fiksi: Sebuah Usaha Memperkenalkan “Origami Tubuh”


Jika mengontekstualisasikan realitas ekonomi politik global, kita dan juga seniman terjebak dalam fiksi-fiksi yang diinisiasi dan dilanggengkan oleh para kapitalis global. Pandangan keseharian kita yang serba teknis-prosedural adalah salah satu akibat dari mengakarnya fiksi kapitalisme dalam kebudayaan kita. Semua daya kritis masyarakat diserap ke dalam sistem kapitalis dan ditransformasikan menjadi komponen yang membenarkan sistem itu sendiri.

Selengkapnya »