Serunai.co
Berita

Perempuan Komponis Bawa Riset Improvisasi Berbasis Tradisi Bunyi Nusantara ke Inggris Raya

perempuan komponis
Workshop yang dihelat oleh Perempuan Komponis (Foto: Perempuan Komponis)

Tulisan tentang Perempuan Komponis ini disusun oleh Halida Bunga Fisandra dan Leilani Hermiasih

Perempuan Komponis: Forum & Lab (PK) – sebuah kolektif berlandaskan solidaritas antarkomponis/seniman perempuan dan non-biner Indonesia, berencana melanjutkan riset yang berfokus pada eksplorasi improvisasi berbasis tradisi bunyi Nusantara melalui program PKResearch #MelawatUK.

Sebelumnya, riset ini digagas untuk Paviliun Indonesia, Gwangju Biennale 2024, Korea Selatan. Ketika itu, delapan seniman Perempuan Komponis diundang sebagai kolaborator untuk menggelar pertunjukan, pameran arsip, bincang-bincang kepenulisan karya, termasuk lokakarya tentang bebunyian Nusantara.

Dinar Rizkianti dan Gema Swaratyagita selaku periset dan fasilitator berbagi dengan para audiens Gwangju Biennale 2024 tentang vokal Nusantara dan sejumlah alat musik tradisi Nusantara, termasuk aneka teknik dan cara membunyi. Mereka mengajak audiens berimprovisasi bersama secara langsung sebagai upaya membebaskan bunyi dari pakem.

Tahun ini, Dinar dan Gema berkesempatan melanjutkan riset tersebut ke Inggris Raya melalui serangkaian kegiatan penelitian, lokakarya, dan pertunjukan di dua festival musik internasional yaitu Glasgow Improvisers Orchestra Festival (GIOFest) dan Huddersfield Contemporary Music Festival (hcmf//) yang berlangsung 20–28 November 2025. Dinar dan Gema akan berkolaborasi dengan berbagai seniman improvisasi internasional didampingi Arum Dayu dan Nadya Hatta, seniman yang berbasis di Bandung dan Yogyakarta.

GIOFest merupakan ajang tahunan yang digelar Glasgow Improvisers Orchestra (GIO),  salah satu ansambel improvisasi terkemuka dunia sekaligus pusat komunitas musisi internasional. GIOFest menampilkan konser, lokakarya, pemutaran film, juga diskusi yang membuka ruang eksplorasi baru dalam komposisi, improvisasi, dan pertunjukan ansambel besar.

Ajang lainnya, Huddersfield Contemporary Music Festival (hcmf//), dikenal sebagai festival musik baru dan eksperimental terbesar di Inggris. Diselenggarakan tiap November, festival ini menghadirkan lebih dari 50 acara selama sepuluh hari yang mencakup pertunjukan, instalasi, pameran, diskusi, dan lokakarya. Festival ini dikenal sebagai ruang penting bagi eksplorasi musik kontemporer dan kolaborasi lintas disiplin di kancah internasional.

Berangkat dari pengalaman di Gwangju, Gema dan Dinar mencermati bagaimana kebanyakan audiens yang terlibat di sana justru bukan berlatar belakang seni. Meski demikian, mereka leluasa berimprovisasi dengan beragam jenis bunyi-bunyian. Tak ada lagi eksklusivitas dalam bermusik. GIOFest maupun hcmf// memiliki semangat serupa dalam memperluas musik agar dapat dipersepsi oleh publik dari beragam latar.

“Ada kesinambungan antara yang kami kerjakan di Gwangju Biennale 2024 dengan yang akan kami kerjakan di Inggris. Ketika kami sibuk berkutat memikirkan cara mengembangkan riset di Gwangju, muncul tawaran riset ke Inggris. Kami akhirnya tahu bahwa kedua festival tersebut memang fokus pada improvisasi,” papar Gema.

Baca Juga:  Noise Nan Khusyuk
perempuan komponis
Pekan Kebudayaan Nasional 2023 (Foto: Perempuan Komponis)

Geliat PK dan Riset Berperspektif Perempuan

Perempuan Komponis awalnya digagas oleh lima seniman dan produser yaitu Dinar Rizkianti, Gema Swaratyagita, Halida Bunga Fisandra, Ignatia Aditya Setyarini, dan Marisa Sharon Hartanto. Jejaring kolektif Perempuan Komponis dibangun sejak 2021, hingga meluas dan terhubung dengan berbagai musisi lintas wilayah dan generasi yang kini merangkul sedikitnya 40 seniman perempuan.

Perempuan Komponis berupaya membangun ruang aman bagi eksplorasi dan eksperimentasi berbagai jenis musik dengan menyoroti cara tatap dan tutur suara perempuan. Komitmen utamanya adalah mengadvokasi dan memediasi pertukaran pengetahuan musik Indonesia yang inklusif serta menjembatani berbagai inisiatif penciptaan dan eksplorasi musik kontemporer.

“Kami berusaha mendorong para seniman perempuan, terutama komponis, tidak berhenti berkarya. Membicarakan perempuan itu kompleks. Ada yang baru lulus kuliah lalu bingung mau berbuat apa, ada yang baru menikah dan punya anak lalu terkendala dalam berkarya, ada juga problem-problem lainnya. Lewat Perempuan Komponis, kami ingin membangun ruang aman dan nyaman bagi seniman perempuan untuk saling terkoneksi dan menguatkan,” tutur Gema.

Tak hanya berupaya membangun ruang aman untuk berbagi karya dan pemikiran, PK juga punya turut mengembangkan program penelitian dan pengarsipan melalui PKResearch. Improvisasi musik menjadi salah satu risetnya. Pada tahap ini, PKResearch berupaya memosisikan ulang pemahaman atas konsep dan praktik improvisasi.

Gema dan Dinar melihat bahwa improvisasi dapat diperlebar sehingga membuka peluang bagi publik musik, seni, maupun awam untuk ikut terlibat dalam pengalaman komunal dengan memberdayakan tubuh musikal Nusantara yang plural. Lanskap musik kontemporer Indonesia dibangun tak hanya oleh mereka yang mengenyam pendidikan seni secara formal, tapi juga yang tumbuh bersama budaya bunyi Nusantara yang khas.

Menurut Gema dan Dinar, improvisasi selama ini kerap diasosiasikan dengan virtuositas atau pencapaian teknik tertinggi dalam memainkan instrumen atau vokal. Seperti halnya tradisi musik jazz, seorang improvisator biasanya dibentuk melalui sistem pengetahuan musik yang terstruktur dan mapan. Masalahnya, asosiasi macam ini memicu kesan bahwa improvisasi sangatlah eksklusif karena hanya bisa dilakukan para pakar.

“Dalam takaran tertentu, kita memang perlu memahami teknis lebih dulu. Tapi sebetulnya improvisasi bisa dilakukan dengan metode bersenang-senang karena tiap orang pasti punya insting musikal. Bahkan anak-anak pun bisa. Menariknya, di kedua festival tersebut ada banyak pakar dan profesor yang sangat terbuka dengan aneka pendekatan improvisasi,” terang Gema yang dalam kesehariannya mengajar musik kreatif dengan metode improvisasi bagi anak-anak 4-10 tahun di Sanggar Bumi Bunyi, Tangerang Selatan.

Baca Juga:  Stars and Rabbit Merilis Video Live Terbaru

Dalam riset improvisasi ini, materi bunyi-bunyian yang dieksplorasi berasal dari beragam tradisi di Nusantara, termasuk vokal. Gema menjelaskan alasan utama mengapa mereka tidak menggunakan istilah “alat musik tradisi” ialah karena Perempuan Komponis melihat tradisi bunyi Nusantara tak cuma alat musik, melainkan sumber bunyi dari selingkung budaya yang khas.

Arum Dayu, salah satu anggota Perempuan Komponis (Foto: Perempuan Komponis)

“Terkait tema krisis iklim, contohnya, Arum Dayu memanfaatkan material dari kardus-kardus paket yang biasanya nyampah banget. Sedangkan material utama yang digunakan Nadya Hatta adalah sampah plastik. Dalam karya instalasinya, dia menaruh banyak sekali sampah plastik, termasuk botol-botol plastik. Orang bebas menginjak-injak dan bunyi-bunyian yang muncul dari injakan-injakan itulah yang menjadi bunyi dari karya Nadya,” tutur Gema.

Transmisi Pengetahuan dan Pengembangan Modul

Glasgow Improvisers Orchestra Festival (GIOFest) menjadi ruang bagi Perempuan Komponis menyerap pengalaman musikal sekaligus menguji berbagai metode improvisasi secara kolektif. PK akan berkolaborasi dan menciptakan karya bersama Gamelan Naga Mas, serta ambil bagian dalam orkestra GIO, lokakarya, dan diskusi panel bertema inklusivitas dalam musik kontemporer. GIOFest XVII tahun ini memang menyoroti kolaborasi lintas budaya dengan para seniman Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Jepang, dan Sri Lanka.

Di hcmf//, Dinar dan Gema akan menjadi fasilitator lokakarya “Resonances of Nusantara” yang digelar 27 November 2025 di Richard Steinitz Building, University of Huddersfield.

Lokakarya ini menawarkan ruang interaktif untuk mengeksplorasi idiom vokal dan instrumen musik tradisional Indonesia, sekaligus mendorong percobaan teknik yang lebih cair dan terbuka. Lokakarya ini akan menjadi arena transmisi pengetahuan, teknik, dan wacana improvisasi secara kolektif. Mempelajari yang pakem, sekaligus menawarkan alternatif pendekatan yang memperlakukan bebunyian Nusantara sebagai sumber bunyi.

Pada 28 November 2025, Arum dan Nadya akan berkolaborasi dengan dua seniman Inggris, Maria Sappho dan Debbie Armour untuk menampilkan bentuk akhir Marlaut, sebuah karya improvisasi-interaktif berbasis instalasi. Karya ini sebelumnya telah dipresentasikan sebagai work in progress di Pekan Komponis Indonesia 2024, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

“GIOFest maupun hcmf// bisa diakses publik dari segala kalangan. Audiens yang datang boleh ikut jam session, bahkan di GIOFest ada program GIObabies yang audiensnya balita. Mereka bisa terlibat langsung berimprovisasi bersama. Audiens di Huddersfield bahkan lebih luas lagi, bisa siapa saja,” ucap Gema, menjabarkan betapa menariknya kesempatan berimprovisasi di kedua ajang tersebut.

Baca Juga:  Mengapa Jason Ranti Ada Baiknya Rilis Single Bertajuk "Bahaya Populisme"
Gema Swaratyagita, salah satu penggagas Perempuan Komponis (Foto: Perempuan Komponis)

Kesempatan inilah yang lantas dieksplorasi Perempuan Komponis untuk menjajal berbagai metode baru dalam berimprovisasi sekaligus memperkenalkan kekayaan bunyi Nusantara. Gema menuturkan bahwa tradisi bunyi Nusantara sebenarnya bisa apa saja, tak mesti gamelan. Kekayaan ini memantik Perempuan Komponis menunjukkan karakter bunyi Indonesia yang lebar, juga bagaimana improvisasi tak hanya perkara teknis melainkan metode untuk merangsang kreativitas dan imajinasi.

“Walaupun dasar-dasar teknis bermusik sangat penting, bermain musik juga adalah bersenang-senang. Melalui metode improvisasi, kami ingin mengajak audiens di Inggris untuk bersama-sama meleburkan bunyi Nusantara tanpa rasa gentar,” kata Gema.

Melalui pengalaman melawat Inggris Raya (UK), Dinar dan Gema berencana meramu gagasan dan temuan mereka dalam pengembangan “Modul Improvisasi Berbasis Tradisi Bunyi Nusantara”. Modul tersebut nantinya akan disusun berdasarkan proses pembelajaran yang terbuka dan kolaboratif dengan membuka ruang seluas-luasnya bagi konteks budaya serta warisan pengetahuan musikal yang kontekstual di setiap wilayah Indonesia.

“Modul ini akan dipresentasikan tahun depan secara daring dan luring kepada para seniman dan komunitas di Indonesia. Kami betul-betul berharap modul ini bisa terus-menerus dikembangkan sehingga dapat memberi tawaran pendekatan alternatif yang kontekstual bagi praktik penciptaan musik kolektif di Indonesia. Lebih dari itu, kami berharap ruang-ruang kolektif dan kolaboratif antarberagam individu dari latar seni maupun masyarakat umum makin terbuka dalam semangat berbagi dan berkreasi bersama,” cetus Gema. 

Program PKResearch #MelawatUK diproduksi oleh PK dengan dukungan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Inisiatif ini merupakan bagian dari MTN Rekognisi Internasional dalam trajektori Manajemen Talenta Nasional Seni Budaya (MTN Seni Budaya) untuk membawa talenta musik Indonesia ke panggung dunia. Kegiatan ini juga terwujud atas kolaborasi PK dengan hcmf// dan Glasgow Improvisers Orchestra selaku penerima hibah Connection Through Culture dari British Council tahun 2024 dan 2025.

Informasi lanjut mengenai Perempuan Komponis: Forum & Lab (PK) dapat disimak di situs resmi PK.

Penulis:

Halida Bunga Fisandra (Dida) adalah produser dan manajer seni pertunjukan. Dida merupakan co-founder dan direktur kolektif Perempuan Komponis: Forum & Lab, dan saat ini menjabat sebagai Manajer Program Seni Pertunjukan dan Edukasi-Gagasan di Komunitas Salihara Arts Center.

Leilani Hermiasih (Lani/Frau) adalah musisi, pencipta lagu, pekerja kolektif, dan peneliti antropologi dan musik. Selain sibuk menyelesaikan disertasinya, Lani kini juga aktif di kolektif Perempuan Komponis: Forum & Lab, GAUNG, dan Kajian Musik Laras.

Editor: Sylvie Tanaga

Related posts

Last Elise Rilis Melankolia Senja

Redaksi Serunai

Jono Terbakar Merilis Mini-Album “Pesantren Kilat”

Redaksi Serunai

AATPSC yang Bermekaran

Aloysius Bram

Tinggalkan komentar

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy