Kategori : Ulasan

Don’t Look Up: Ilustrasi Apokaliptik yang Rasional


Don’t Look Up memantik kita untuk berpikir ulang tentang siapa yang dimaksud dalam standar moralitas kita sebagai yang serakah. Jawabannya bisa sederhana, bisa juga rumit, bergantung pada perspektif apa kita melihatnya. Memang, Don’t Look Up tidak menyediakan kita pisau analisis untuk membedahnya secara holistik. Namun, paling tidak ia berusaha mendedahkan daya destruktif kekuasaan yang merepresentasikan kelas pemodal, sehingga aspirasi rakyat, kedaulatan dan hal-hal yang terkait dengan nilai-nilai demokrasi yang selama ini diamini tampak sebagai mitos belaka.

Selengkapnya »

Autobiography: Rakib Anak Kandung Orde Baru


Autobiography, meski tagarnya adalah #SeramTanpaSetan, sebenarnya adalah film horor. Seram. Dan ada setannya. Film ini menggambarkan secara teliti sosok hantu yang sedang menggentayangi Indonesia. Orde Baru bisa jadi telah mati, tetapi hantunya sedang bangkit dari kubur, bahkan tak pernah benar-benar mendekam di liang lahat. Mengancam setiap orang yang berani melawannya.

Selengkapnya »
Kuntari - Larynx

Metamorfosis Kuntari


Mendengarkan Larynx tentu membuat kita bertanya-tanya: kenapa seorang Tesla Manaf harus meninggalkan musik jazz yang secara materi lebih enak didengar, kemudian malih rupa menjadi KUNTARI dengan musik eksperimental yang sungguh liar? Apa pemicunya?

Selengkapnya »

Gempuran Sonik Fateh Remix Reinterpretation


Album ini sekaligus mengajak kita mengenang mereka yang sudah lebih dulu berpulang karena berbagai sebab. Salah satunya tentu saja adalah DJ Still. Barangkali ia akan tersenyum bahagia ketika mengetahui musik yang ia gubah ternyata diinterpretasi ulang oleh banyak musisi lain, dan hasilnya sungguh maksimal.

Selengkapnya »

Enola Holmes dan Perjalanan Menuju Arketipe Holmesian yang Lebih Relevan


Adaptasi terbaru dalam kosmologi Sherlock Holmes, Enola Holmes (Netflix, 2020) terang-terangan mengemban misi untuk menggambarkan karakter dengan arketipe Holmesian yang ramah untuk khalayak perempuan. Dari peran utama perempuan, latar belakang London era perjuangan hak pilih untuk perempuan, hingga kehadiran karakter mentor perempuan yang membebaskan tokoh utamanya dari bayang-bayang lakon laki-laki dalam ceritanya.

Selengkapnya »

Monita Tahalea: Memandang Waktu dari Balik Jendela


Ada saat-saat yang menyenangkan yang terjadi dalam hidup. Saking menyenangkannya, kita seringkali berharap untuk membekukannya lebih lama lagi, syukur-syukur mengabadikannya. Akan tetapi, bukankah kesementaraan membuat waktu tersebut menjadi begitu berharga? Bayangkan jika kita terus menerus hidup dalam momen yang sama, tak lantaskah ia menjadi banal? Monita seolah merangkum egoisme dan ketidakberdayaan manusia, sekaligus memberikan solusi atas ketidakberdayaan tersebut. Jika kesesaatan dalam sesaat adalah suatu hal yang abadi, mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah menjalaninya dengan sebaik mungkin. Jika Monita hendak menjalaninya dengan bernyanyi, kita tentu bisa menemukan jalan lain untuk kita sendiri.

Selengkapnya »

Merayakan Kepulangan Joni dan Susi


Di luar lagu-lagu yang terdengar dan terkesan politis karena membahas perkara aktivisme, kekerasan yang dilakukan negara, berbagai kasus HAM, sampai perkara moral, sebenarnya ada satu benang merah yang menghubungkan musik Sisir Tanah dan Melancholic Bitch: Cinta.

Selengkapnya »